Meningkatkan Partisipasi Rakyat Dalam Pemilu 2009 dengan Meminimalkan Potensi Golput
oleh: I Made Dwi Prayana
Jakarta, 5 Oktober 2008
Pendahuluan
Sebagai sebuah negara demokrasi yang berlandaskan pada Pancasila, kekuasaan tertinggi berada pada kedaulatan rakyat. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta memilih Presiden dan Wakil Presiden. Dan pemilihan umum perlu diselenggarakan secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya dan dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.1
Mengingat Pemilu merupakan sarana untuk memilih pemimpin yang akan menjalankan proses pemerintahan negara dalam jangka waktu 5 tahun ke depan, penting bagi rakyat untuk dapat menentukan pilihannya secara tepat dan bijaksana untuk menjamin sebuah pemerintahan yang baik. Salah satu prinsip kepemimpinan yang kuat adalah adanya legitimasi yang diperoleh dari kepercayaan mayoritas rakyat terhadap kepemimpinannya. Oleh karena itu semakin banyak rakyat yang terlibat dalam proses pemilihan umum, akan semakin baik bagi pemerintah tersebut.
Dalam rangka melaksanakan amanat konstitusi, dimana masa pemerintahan satu periode berlangsung selama 5 tahun, maka Indonesia akan melaksanakan Pemilu 2009. Pemerintahan saat ini yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terpilih pada Pemilu 2004 melalui dua putaran pemilihan yang sekaligus menjadikannya sebagai Presiden Indonesia pertama yang melalui pemilihan langsung.
Jadi sesuai dengan Undang-Undang, dimana pemilihan umum perlu diselenggarakan secara berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya. Dan demi mencapai sebuah pemerintahan yang baik. Maka kita perlu untuk turut mensukseskan Pemilu 2009, dimana salah satu caranya adalah dengan meningkatkan partisipasi rakyat dalam Pemilu 2009 tersebut.
Pembahasan
Sampai Juni 2008 daftar pemilih sementara (DPS) pada Pemilihan Umum 2009 mencapai 174.410.453 pemilih. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), HA Hafiz Anshary, mengatakan data itu masih bisa bertambah dan berkurang hingga saat Pemilu 2009. Hal ini tentunya mengacu pada persyaratan pemilih yang sah secara administratif. Hafiz mengatakan DPS Pemilu 2009 yang mencapai 174.410.737 orang tersebut terdiri dari pemilih dalam negeri sebanyak 172.800.716 orang dan pemilih luar negeri sebanyak 1.609.737 orang.2 Jadi jumlah tersebut merupakan kondisi ideal jika semua orang menggunakan hak pilihnya atau kondisi tanpa golongan putih (golput) sebutan bagi yang tidak menggunakan hak pilihnya dengan berbagai alasan.
Jika kita berkaca pada Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) yang telah berlangsung selama 2008 maka potensi angka golput bisa dibilang cukup tinggi. Hal ini tercermin pada pilkada banten dengan tingkat golput tercatat 40 persen, Pilkada Jawa Barat mencatatkan angka golput lebih dari 33 persen, Pilkada DKI Jakarta 35 persen, Pilkada Kepulauan Riau 46 persen, Pilkada Jawa Timur 42 persen dan yang paling fenomenal di Jawa tengah golput mencapai 69 persen.
Hal ini diperkuat pernyataan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Saiful Mujani yang memprediksi angka pemilih golput pada Pemilu 2009 akan meningkat dibandingkan tahun 2004. Menurut Mujani "Masyarakat mulai jenuh dengan politik. Akibatnya partisipasi akan menurun," seperti dikutip inilah.com. Mujani juga mengacu pada hasil pilkada yang telah digelar. “Kalau dirata-ratakan, total partisipasi dalam pilkada sekitar 60 persen saja,” ujarnya. Mujani memperkirakan partisipasi pemilih pada Pemilu 2009 berkisar antara 60-70 persen atau lebih rendah ketimbang tahun 2004 yang tingkat partisipasinya berkisar pada angka 80 persen. Masih menurut Mujani, meskipun penurunan tingkat partisipasi ini merupakan hal yang wajar dalam sebuah pemilu yang sukarela/bukan dimobilisasi, namun tingkat kewajaran di Indonesia ini terlalu cepat sehingga dapat menimbulkan apatisme politik.3
Senada dengan Saiful Mujani, Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif memperkirakan 40 persen calon pemilih tidak menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi Pemilu 2009. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan masyarakat kita tidak peduli pada persoalan politik, termasuk memenuhi kewajibannya untuk memberikan suara. Ia menambahkan bagi masyarakat kita mungkin lebih baik bekerja membanting tulang daripada memberi suara di TPS-TPS.4
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Survei Kebijakan Politik Lokal, Andreas Pandiangan di Semarang, mengatakan, ada tiga alasan kenapa seseorang tidak ikut pemilihan atau golongan putih (golput).
1. Pertama, alasan administratif dimana seorang pemilih tidak ikut memilih karena terbentur dengan prosedur administrasi, seperti tidak tahu namanya terdaftar dalam daftar pemilih, belum mendapat kartu pemilih atau kartu undangan.
2. Alasan kedua adalah alasan teknis dimana seseorang memutuskan tidak ikut memilih karena tidak ada waktu untuk memilih, seperti harus bekerja di hari pemilihan, sedang ada keperluan, harus ke luar kota di saat hari pemilihan, dan sebagainya atau bisa juga karena malas pergi ke tempat pemungutan suara.
3. Alasan terakhir, yakni alasan politis, dalam hal ini pemilih memutuskan tidak menggunakan haknya karena secara sadar memang memutuskan untuk tidak memilih. Pilkada dipandang tidak ada gunanya, tidak akan membawa perubahan, atau tidak ada calon kepala daerah yang disukai dan sebagainya.
Dari tiga alasan tersebut, sebagian besar bisa diidentifikasi karena alasan administrasi (28,6 persen) dan teknis atau individual (39,1 persen), dan hanya 16,5 persen pemilih yang tidak datang ke TPS.5
Menilik kepada alasan-alasan tersebut maka dapat disimpulkan beberapa cara yang dapat ditempuh untuk meminimalisir golput. Yang pertama pemerintah dalam hal ini diwakili KPU dan KPUD perlu untuk melakukan pendataan yang benar dan akurat. Setelah itu melakukan sosialisasi menyeluruh yang menjangkau ke seluruh pelosok dan benar-benar dapat dipahami masyarakat. Dan tentunya proses pelaksanaan yang benar yang memastikan pemilih mendapatkan haknya.
Yang kedua, pemerintah harus dapat mengatur agar pada saat hari pemilihan konsentrasi pemilih tidak terpecah ke hal lainnya, misalnya pekerjaan. Jadi ada baiknya hari pemilihan dipilih diluar hari kerja. Selain itu lokasi pemilihan harus mudah dijangkau. Dan yang ketiga perlunya dilakukan sosialisasi oleh semua pihak baik pemerintah dan masyarakat akan fungsi pemilu yang benar. Masyarakat harus mengetahui seberapa penting suara mereka dan manfaat pemilu bagi mereka. Sosialisasi ini perlu dilakukan baik di tingkatan pemerintah pusat, daerah, maupun organisasi masyarakat.
Dengan tindakan-tindakan ini diharapkan dapat mengantisipasi alasan-alasan yang biasa dikemukakan para pemilih golput, sehingga dapat meningkatkan partisipasi rakyat dalam Pemilu 2009.
Penutup
Alternatif solusi yang ditawarkan mungkin belum sempurna. Hal ini dikarenakan solusi tersebut mengacu pada alasan-alasan yang muncul ke permukaan. Bisa jadi masih banyak alasan-alasan intrinsik yang tidak terucapkan atau terungkapkan dalam data. Misalnya untuk alasan-alasan politis yang diakibatkan apatisme masyarakat yang selama ini hanya menjadi penonton saja. Selama ini yang benar-benar bersemangat dalam proses demokrasi ini hanyalah orang-orang yang terlibat aktif di dalam ruang lingkup politik.
Pendewasaan berpolitik juga perlu digarisbawahi dalam memperoleh kepercayaan rakyat. Seperti misalnya dua tokoh nasional Gus Dur dan Harmoko yang mengimbau massa pendukungnya untuk menjadi golput dikarenakan kekecewaan mereka terhadap KPU. Atau pemilihan caleg yang track recordnya tidak jelas. Jadi kembali kepada para pelaku politik untuk dapat meningkatkan partisipasi rakyat dalam Pemilu 2009. Karena jika mereka tidak bijaksana, bangsa ini yang akan merasakan akibatnya.
Bagaimanapun Pemilu adalah sebuah proses pembentukan pemerintahan negara di tingkat eksekutif dan legislatif, oleh karena itu pelaksanaan pemilu yang baik dapat membantu terciptanya pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu menjadi kewajiban warga negara untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu secara benar.
Daftar Pustaka:
1. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD
2. Rahman, Khaidir. Pemilih Sementara Pemilu 2009 174.410.737 Jiwa. Tempo Interaktif. 6 Agustus 2008. Banjarmasin
3. Fadil, Iqbal. LSI: Golput 2009 Bakal Meningkat. Inilah.com. 10 Juli 2008. Jakarta
4. Golput Bakal Bengkak Hingga 40 Persen. Kompas online. 4 Agustus 2008. Jakarta
5. Tiga Alasan Golput. Antara. 28 Juli 2008. Semarang
Jakarta, 5 Oktober 2008
Pendahuluan
Sebagai sebuah negara demokrasi yang berlandaskan pada Pancasila, kekuasaan tertinggi berada pada kedaulatan rakyat. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta memilih Presiden dan Wakil Presiden. Dan pemilihan umum perlu diselenggarakan secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya dan dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.1
Mengingat Pemilu merupakan sarana untuk memilih pemimpin yang akan menjalankan proses pemerintahan negara dalam jangka waktu 5 tahun ke depan, penting bagi rakyat untuk dapat menentukan pilihannya secara tepat dan bijaksana untuk menjamin sebuah pemerintahan yang baik. Salah satu prinsip kepemimpinan yang kuat adalah adanya legitimasi yang diperoleh dari kepercayaan mayoritas rakyat terhadap kepemimpinannya. Oleh karena itu semakin banyak rakyat yang terlibat dalam proses pemilihan umum, akan semakin baik bagi pemerintah tersebut.
Dalam rangka melaksanakan amanat konstitusi, dimana masa pemerintahan satu periode berlangsung selama 5 tahun, maka Indonesia akan melaksanakan Pemilu 2009. Pemerintahan saat ini yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terpilih pada Pemilu 2004 melalui dua putaran pemilihan yang sekaligus menjadikannya sebagai Presiden Indonesia pertama yang melalui pemilihan langsung.
Jadi sesuai dengan Undang-Undang, dimana pemilihan umum perlu diselenggarakan secara berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya. Dan demi mencapai sebuah pemerintahan yang baik. Maka kita perlu untuk turut mensukseskan Pemilu 2009, dimana salah satu caranya adalah dengan meningkatkan partisipasi rakyat dalam Pemilu 2009 tersebut.
Pembahasan
Sampai Juni 2008 daftar pemilih sementara (DPS) pada Pemilihan Umum 2009 mencapai 174.410.453 pemilih. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), HA Hafiz Anshary, mengatakan data itu masih bisa bertambah dan berkurang hingga saat Pemilu 2009. Hal ini tentunya mengacu pada persyaratan pemilih yang sah secara administratif. Hafiz mengatakan DPS Pemilu 2009 yang mencapai 174.410.737 orang tersebut terdiri dari pemilih dalam negeri sebanyak 172.800.716 orang dan pemilih luar negeri sebanyak 1.609.737 orang.2 Jadi jumlah tersebut merupakan kondisi ideal jika semua orang menggunakan hak pilihnya atau kondisi tanpa golongan putih (golput) sebutan bagi yang tidak menggunakan hak pilihnya dengan berbagai alasan.
Jika kita berkaca pada Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) yang telah berlangsung selama 2008 maka potensi angka golput bisa dibilang cukup tinggi. Hal ini tercermin pada pilkada banten dengan tingkat golput tercatat 40 persen, Pilkada Jawa Barat mencatatkan angka golput lebih dari 33 persen, Pilkada DKI Jakarta 35 persen, Pilkada Kepulauan Riau 46 persen, Pilkada Jawa Timur 42 persen dan yang paling fenomenal di Jawa tengah golput mencapai 69 persen.
Hal ini diperkuat pernyataan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Saiful Mujani yang memprediksi angka pemilih golput pada Pemilu 2009 akan meningkat dibandingkan tahun 2004. Menurut Mujani "Masyarakat mulai jenuh dengan politik. Akibatnya partisipasi akan menurun," seperti dikutip inilah.com. Mujani juga mengacu pada hasil pilkada yang telah digelar. “Kalau dirata-ratakan, total partisipasi dalam pilkada sekitar 60 persen saja,” ujarnya. Mujani memperkirakan partisipasi pemilih pada Pemilu 2009 berkisar antara 60-70 persen atau lebih rendah ketimbang tahun 2004 yang tingkat partisipasinya berkisar pada angka 80 persen. Masih menurut Mujani, meskipun penurunan tingkat partisipasi ini merupakan hal yang wajar dalam sebuah pemilu yang sukarela/bukan dimobilisasi, namun tingkat kewajaran di Indonesia ini terlalu cepat sehingga dapat menimbulkan apatisme politik.3
Senada dengan Saiful Mujani, Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif memperkirakan 40 persen calon pemilih tidak menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi Pemilu 2009. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan masyarakat kita tidak peduli pada persoalan politik, termasuk memenuhi kewajibannya untuk memberikan suara. Ia menambahkan bagi masyarakat kita mungkin lebih baik bekerja membanting tulang daripada memberi suara di TPS-TPS.4
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Survei Kebijakan Politik Lokal, Andreas Pandiangan di Semarang, mengatakan, ada tiga alasan kenapa seseorang tidak ikut pemilihan atau golongan putih (golput).
1. Pertama, alasan administratif dimana seorang pemilih tidak ikut memilih karena terbentur dengan prosedur administrasi, seperti tidak tahu namanya terdaftar dalam daftar pemilih, belum mendapat kartu pemilih atau kartu undangan.
2. Alasan kedua adalah alasan teknis dimana seseorang memutuskan tidak ikut memilih karena tidak ada waktu untuk memilih, seperti harus bekerja di hari pemilihan, sedang ada keperluan, harus ke luar kota di saat hari pemilihan, dan sebagainya atau bisa juga karena malas pergi ke tempat pemungutan suara.
3. Alasan terakhir, yakni alasan politis, dalam hal ini pemilih memutuskan tidak menggunakan haknya karena secara sadar memang memutuskan untuk tidak memilih. Pilkada dipandang tidak ada gunanya, tidak akan membawa perubahan, atau tidak ada calon kepala daerah yang disukai dan sebagainya.
Dari tiga alasan tersebut, sebagian besar bisa diidentifikasi karena alasan administrasi (28,6 persen) dan teknis atau individual (39,1 persen), dan hanya 16,5 persen pemilih yang tidak datang ke TPS.5
Menilik kepada alasan-alasan tersebut maka dapat disimpulkan beberapa cara yang dapat ditempuh untuk meminimalisir golput. Yang pertama pemerintah dalam hal ini diwakili KPU dan KPUD perlu untuk melakukan pendataan yang benar dan akurat. Setelah itu melakukan sosialisasi menyeluruh yang menjangkau ke seluruh pelosok dan benar-benar dapat dipahami masyarakat. Dan tentunya proses pelaksanaan yang benar yang memastikan pemilih mendapatkan haknya.
Yang kedua, pemerintah harus dapat mengatur agar pada saat hari pemilihan konsentrasi pemilih tidak terpecah ke hal lainnya, misalnya pekerjaan. Jadi ada baiknya hari pemilihan dipilih diluar hari kerja. Selain itu lokasi pemilihan harus mudah dijangkau. Dan yang ketiga perlunya dilakukan sosialisasi oleh semua pihak baik pemerintah dan masyarakat akan fungsi pemilu yang benar. Masyarakat harus mengetahui seberapa penting suara mereka dan manfaat pemilu bagi mereka. Sosialisasi ini perlu dilakukan baik di tingkatan pemerintah pusat, daerah, maupun organisasi masyarakat.
Dengan tindakan-tindakan ini diharapkan dapat mengantisipasi alasan-alasan yang biasa dikemukakan para pemilih golput, sehingga dapat meningkatkan partisipasi rakyat dalam Pemilu 2009.
Penutup
Alternatif solusi yang ditawarkan mungkin belum sempurna. Hal ini dikarenakan solusi tersebut mengacu pada alasan-alasan yang muncul ke permukaan. Bisa jadi masih banyak alasan-alasan intrinsik yang tidak terucapkan atau terungkapkan dalam data. Misalnya untuk alasan-alasan politis yang diakibatkan apatisme masyarakat yang selama ini hanya menjadi penonton saja. Selama ini yang benar-benar bersemangat dalam proses demokrasi ini hanyalah orang-orang yang terlibat aktif di dalam ruang lingkup politik.
Pendewasaan berpolitik juga perlu digarisbawahi dalam memperoleh kepercayaan rakyat. Seperti misalnya dua tokoh nasional Gus Dur dan Harmoko yang mengimbau massa pendukungnya untuk menjadi golput dikarenakan kekecewaan mereka terhadap KPU. Atau pemilihan caleg yang track recordnya tidak jelas. Jadi kembali kepada para pelaku politik untuk dapat meningkatkan partisipasi rakyat dalam Pemilu 2009. Karena jika mereka tidak bijaksana, bangsa ini yang akan merasakan akibatnya.
Bagaimanapun Pemilu adalah sebuah proses pembentukan pemerintahan negara di tingkat eksekutif dan legislatif, oleh karena itu pelaksanaan pemilu yang baik dapat membantu terciptanya pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu menjadi kewajiban warga negara untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu secara benar.
Daftar Pustaka:
1. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD
2. Rahman, Khaidir. Pemilih Sementara Pemilu 2009 174.410.737 Jiwa. Tempo Interaktif. 6 Agustus 2008. Banjarmasin
3. Fadil, Iqbal. LSI: Golput 2009 Bakal Meningkat. Inilah.com. 10 Juli 2008. Jakarta
4. Golput Bakal Bengkak Hingga 40 Persen. Kompas online. 4 Agustus 2008. Jakarta
5. Tiga Alasan Golput. Antara. 28 Juli 2008. Semarang
Comments