Bandara Bali Utara Yang Belum Mau Menyerah
ilustrasi. (skyteam.com) |
Ketika beberapa waktu yang lalu Menko Maritim Luhut Panjaitan membocorkan hasil studi World Bank yang menyebutkan Bandara Bali Utara tak layak, di luar dugaan banyak juga orang Bali yang terlihat lega dengan keputusan itu. Entah karena mereka memang tak suka ada Bandara di Bali Utara, lelah dengan janji atau memang karena preferensi politik mereka yang berbeda.
Yang jelas Menko Luhut rupanya merubah pandangannya. Setidaknya dari apa yang dikatakannya ketika meninjau persiapan IMF-World Bank di Bali. Luhut jelas mengatakan rencana Bandara Bali Utara tetap dan itu artinya mengesampingkan kajian World Bank, bahkan terancam menunda perluasan Bandara Ngurah Rai.
Mengapa Luhut berubah? Beberapa kali Ia menyebut nama Gubernur Bali Made Mangku Pastika ketika mengatakan harapan Bandara Bali Utara terwujud.
Masyarakat Bali juga sudah tahu, Bandara Bali Utara adalah salah satu janji kampanye Made Mangku Pastika yang menjabat Gubernur Bali selama 10 tahun terakhir. Alasannya? Mendorong pemerataan pembangunan yang terkonsentrasi di Selatan. Sebenarnya upaya itu selama ini telah menghasilkan progres. Sudah ada dua investor yang berminat, bahkan hanya tinggal menunggu ijin lokasi. Ijin lokasi inilah yang kemudian menjadi titik dimana rencana itu kembali ‘menggantung’. Kabarnya kedua investor yang sama-sama didalamnya ada orang Bali sama-sama adu kuat mendapatkan ijin lokasi ini. Alhasil, Kementerian Perhubungan justru tak juga menelurkan ijin yang dimaksud. Beberapa kali Pemprov Bali berusaha mempertemukan kedua calon investor ini, namun segala kemajuan kandas di tengah jalan.
Jadi ketika tiba-tiba Luhut datang membawa kabar dari World Bank, masyarakat Bali yang mulai apatis ini merasa mendapat angin segar. Paling tidak supaya ‘barang’ ini tidak jadi bahan kampanye lagi.
Mangku Pastika sepertinya tak tinggal diam dengan kajian World Bank yang kemudian kabarnya lebih mengedepankan aspek pariwisata dalam menentukan layak atau tidaknya. Pastika bersikukuh bahwa Bandara Bali Utara ini tak membebani pemerintah pusat karena investornya sudah siap dengan dana sendiri. Ini poin pertama untuk meyakinkan pemerintah pusat alias Luhut. Pastika kemudian datang lagi ke Jakarta untuk mendengar langsung paparan dari World Bank. Hasilnya pendiriannya untuk mewujudkan Bandara Bali Utara tak berubah. Memang Bandara Bali Utara bukan sekedar soal pariwisata, ada hal lain disana, misalnya kejengahan orang Buleleng. Diaspora Buleleng alias orang Buleleng yang merantau itu banyak yang cukup sukses, bukan saja mereka ingin melihat kampung halamannya maju tapi mereka juga ingin bisa lebih mudah pulang kampung sehingga lebih sering mengunjungi ‘merajan’nya. Sewaktu saya di Jakarta, sebelum Mangku Pastika jadi Gubernur, mimpi Bandara Bali Utara ini sudah saya dengar sayup sayup disana. Jadi ini bukan sekedar pariwisata.
Kemudian, ini mungkin yang kembali disampaikan Mangku Pastika kepada Luhut. Bali memang boleh saja dianggap tak menjadi prioritas pembangunan infrastruktur jika dibandingkan beberapa daerah tertinggal lain di Indonesia. Namun apa yang selama ini dilihat pusat adalah Bali Selatan. Sementara ada Bali Utara dan Bali lainnya yang juga masih tertinggal dan membutuhkan sentuhan landmark untuk pendongkrak ekonomi. Luhut tahu betul bagaimana kemiskinan di Buleleng ketika Pastika mengajaknya naik helikopter ke SMA Bali Mandara. Di Sekolah itu Luhut bisa melihat langsung siswa miskin yang mayoritas berasal dari Buleleng. Jadi wajar saja kalau kemudian di kunjungan terakhirnya ke Bali Luhut mulai fasih bicara soal pemerataan di Bali, mulai dari Bandara Bali Utara, jalan tembus Selatan-Utara hingga jalan lingkar. Jangan lupa, Pemerataan juga jadi tema besar pemerintahan Jokowi saat ini.
Tentu saja masih prematur untuk mengatakan Bandara ini pasti jadi. Saya cukup sadar bagaimana tantangan besar yang dihadapi Pak Mangku ketika ingin menggeser gravitasi pembangunan dari Bali Selatan. Bahkan sampai hari ini Ia masih belum sepenuhnya berhasil melakukan itu. Yang paling sulit tentu saja menghubungkan Utara dan Selatan mengingat kontur geografisnya yang menantang. Untuk faktor geografis ini, ke Timur cenderung masih lebih mudah. Belum lagi faktor-faktor lain yang menghambat.
Paling tidak masih ada waktu sedikit untuk Pak Mangku menunjukkan bahwa Ia telah berusaha memenuhi janjinya.
Comments