Tahun Baru Saka 1932
Tahun ini saya merayakan Nyepi di Singaraja karena sekaligus dalam rangka persiapan upacara Mesangih dan Mesakapan kakak saya beberapa hari kemudian.
Pada pagi harinya kami mecaru dan sembahyang di sanggah Merajan, tidak banyak keluarga besar yang hadir. Bahkan karena Jro Istri sakit, saya sempat membantu Atin memayungi Jro Mangku Merajan.
Untuk mengisi waktu luang sebelum mecaru di rumah ditemani Om Putu Gohar kami mendatangi saudara2 satu kawitan untuk menyampaikan undangan lisan.
Sorenya saya mendapat pengalaman baru ketika ditemani Om Putu Gohar untuk minta tirta ke banjar dan api untuk mebuu-buu, saya bahkan sempat dibantu orang setempat untuk bisa mempertahankan bara api di 'obor' tidak terlalu besar.
Selanjutnya saya bersama Om Putu menggotong sisa pecaruan ke setra untuk dibuang. Sebenarnya di jalan kami sempat berhenti sejenak bersama saudara2 yang sedang menunggu pawai ogoh-ogoh lewat, namun sayangnya sampai sandikala tidak juga muncul sehingga saya memutuskan pulang ke rumah. Lagipula apakah dalam gelap masih kelihatan? Namun suasana di pinggir jalan masih cukup ramai ketika kami pulang.
Malamnya kami masih sempat pergi ke Sambangan dan ke keluarga Nini Payas untuk melanjutkan menyampaikan undangan sebelum akhirnya makan malam di Pasar Senggol.
Pada pagi harinya kami mecaru dan sembahyang di sanggah Merajan, tidak banyak keluarga besar yang hadir. Bahkan karena Jro Istri sakit, saya sempat membantu Atin memayungi Jro Mangku Merajan.
Untuk mengisi waktu luang sebelum mecaru di rumah ditemani Om Putu Gohar kami mendatangi saudara2 satu kawitan untuk menyampaikan undangan lisan.
Sorenya saya mendapat pengalaman baru ketika ditemani Om Putu Gohar untuk minta tirta ke banjar dan api untuk mebuu-buu, saya bahkan sempat dibantu orang setempat untuk bisa mempertahankan bara api di 'obor' tidak terlalu besar.
Selanjutnya saya bersama Om Putu menggotong sisa pecaruan ke setra untuk dibuang. Sebenarnya di jalan kami sempat berhenti sejenak bersama saudara2 yang sedang menunggu pawai ogoh-ogoh lewat, namun sayangnya sampai sandikala tidak juga muncul sehingga saya memutuskan pulang ke rumah. Lagipula apakah dalam gelap masih kelihatan? Namun suasana di pinggir jalan masih cukup ramai ketika kami pulang.
Malamnya kami masih sempat pergi ke Sambangan dan ke keluarga Nini Payas untuk melanjutkan menyampaikan undangan sebelum akhirnya makan malam di Pasar Senggol.
Comments