Serangan Israel: Amukan si Minoritas

Somewhere few months before 2007

Entah hari ini hari keberapa, namun hari ini saya jelas masih melihat berita serangan Israel ke Lebanon maupun Palestina. Hari ini kembali jatuh korban. Hari ini demonstrasi semakin meluas di seluruh dunia. Bahkan kemarin mahasiswa di Makassar kembali melakukan sweeping terhadap orang asing di kota tersebut, terutama ditujukan pada warga AS yang semakin memantapkan dukungannya di belakang Israel.

Serangan ini dari sisi manapun jelas tidak dapat dibenarkan. Bahkan minggu lalu saya berbincang lama di tengah malam dengan kawan saya yang mengutuk keras serangan Israel terhadap Palestina, yang didukung argumen berdasar pada keyakinan agamanya.

Saya sendiri sebenarnya sebelumnya berkukuh untuk tidak mencampuri urusan "luar negeri" ini. Alasannya jelas, negeri kita pun belum bisa mengurus urusannya sendiri. Jadi saya rasa tidak tepat berlagak menjadi pahlawan dengan kemampuan yang pas-pasan. Lagipula ada slogan yang menyarankan agar kita berdiri sendiri dulu sebelum membantu orang lain berdiri. Dengan banyaknya kejadian yang "menggoyahkan" negeri ini, saya sependapat dengan ayah saya jika saat ini kita biarkan saja mereka menyelesaikan permasalahan mereka secara jantan. Silahkan siapa mau mendukung siapa.

Namun beberapa hari kemarin ketika saya membuka bab dalam buku yang sedang saya baca mengenai kaum Yahudi dalam kaitannya dalam sepakbola dan globalisasi, saya tertarik untuk mengetahui latar belakang "amukan" Israel (kaum Yahudi) yang tak pernah selesai ini.

Dari sinilah saya mulai mencoba menilai secara obyektif apa sebenarnya yang terjadi sehingga perdamaian di Timur Tengah ini tak pernah sempurna. Mengapa Yahudi menyerang Palestina dan Libanon (hanya karena dua serdadunya diculik oleh pejuang Palestina dan kemudian diikuti penculikan serupa oleh Kelompok Hizzbulah yang bermarkas di Libanon)? Mengapa mereka memilih untuk menyerang ketimbang menukar serdadunya dengan tawanan mereka? Mengapa AS mendukung serangan ini?.

Jika kita berkilas balik, mungkin tidak dapat dipungkiri bahwa kaum Yahudi (yang merupakan keturunan dari Judas pembunuh Kristus) "pantas" dimusuhi terutama oleh pengikut Kristus. Dan itulah yang terjadi pada kenyataannya, anti-Semitisme terjadi di hampir di seluruh dunia, terutama Eropa yang sebagian besar warganya beragama Kristen. Bahkan Hitler secara terang-terangan mencoba memusnahkan kaum ini dengan cara yang keji.

Namun kenyataannya sampai saat ini kaum Yahudi masih tersebar dimana-mana, bahkan di negara-negara Eropa. Walaupun tidak jarang mereka harus menerima nasib dimusuhi/ dibenci/ menjadi bahan ejekan.

Dalam kondisi terjepit, dimana mereka harus menerima nasib dilahirkan sebagai "musuh" dunia, mereka terpaksa harus mencari perlindungan atau melindungi dirinya sendiri. Dan perlindungan itu ditemukanlah di suatu negeri yang tidak mengenal anti-Semit, yaitu Amerika. Sementara itu yang lain tetap berusaha melindungi dirinya sendiri, bahkan berjuang demi eksistensinya, yaitu memiliki sebuah negara sendiri, yaitu Israel (sebelumnya kaum Yahudi dikenal sebagai kaum yang tidak memiliki bangsa/negara yang diidentikkan sebagai kutukan atas kesalahan leluhur mereka).

Namun ditengah keterjepitan kaum minoritas ini tetap mendapatkan simpati dari beberapa kalangan Eropa (yang seharusnya membencinya). Seperti terjadi di Amsterdam, dimana tim sepakbola terbesar di negeri itu Ajax Amsterdam mengidentikkan diri mereka dengan Yahudi, dengan dikomandani pemain terbesar saat itu Johan Cruyff mereka menggunakan nyanyian, banyolan dan ritual-ritual ala Yahudi. Selain itu Belanda pada tahun-tahun tersebut menjadi negara yang paling banyak membantu Israel dibandingkan negara-negara Eropa lainnya.

Namun Semitophilia yang terjadi ini diduga juga akibat rasa bersalah yang melanda kalangan Eropa tersebut. Seperti Amsterdam, Belanda yang ternyata justru menjadi tempat kematian Yahudi terbanyak pada masa PD II. Solidaritas terhadap kaum Yahudi ini menjadi penghapus atau setidaknya alat untuk melupakan "dosa-dosa” mereka di masa lalu.
Dari sini saya dapat mengambil kesimpulan bahwa sesungguhnya dilahirkan sebagai kaum yang dimusuhi, dihina, dibenci, tidak diterima, tidak memiliki tanah sendiri, kaum minoritas yang hampir dimusnahkan dari dunia ini. Ada sebuah motivasi bagi Israel untuk menjadi sebuah negara yang sangat traumatis, negara yang sangat mudah untuk tersulut oleh ancaman, sekecil apapun itu. Entah itu untuk sekedar membela diri atau bahkan untuk membalas dendam.

Dan Amerika sebagai sebuah tempat yang "aman" bagi Yahudi sejak dulu kala, memungkinkan mereka (warga Yahudi yang kini bermukim di Amerika) untuk mengumpulkan suara atau setidaknya memiliki kekuatan untuk menentukan sedikit banyak arah dukungan negara tersebut. Atau memang seperti yang dicurigai orang-orang bahwa pemerintah Amerika memiliki kepentingan sendiri, apakah itu kesenangan mereka akan peperangan atau suatu bentuk penjajahan gaya baru, yang jelas mereka memiliki kekuatan untuk itu.

Yang jelas beberapa kalangan sebenarnya telah menyadari hal ini, mereka telah menyadari kesalahan masa lalu, meskipun tak sedikit pula yang masih tidak dapat menerima kesalahan mereka (masa lalu, apalagi masa kini) yang tidak dapat ditolerir. Mungkin itu pula yang menjadi penyebab Eropa sampai saat ini tidak banyak ikut campur. Termasuk PBB yang katanya melempem dalam urusan ini.
Bagaimanakah perseteruan ini akan berakhir? Mungkinkah ada perdamaian sejati? Ataukah kaum Yahudi harus punah seperti kaum Indian di Amerika? Atau sebaliknya Israel akan menang? Sampai detik ini rasanya semua pilihan tersebut takkan terjadi, terutama dalam waktu dekat, bahkan mungkin selamanya.

Comments

Popular posts from this blog

Hello old friends

Devilito

Tirta Yatra ke Blambangan dan Lumajang