Posts

Showing posts from 2019

Jerakah Pencemar Lingkungan Dengan Denda Dua Juta?

Image
foto: bali.tribunnews.com Kadang saya tidak terlalu suka dengan kenyinyiran netizen. Tapi seperti vitamin, kritik dan nyinyir itu kadang perlu, apalagi jika menyangkut rasa keadilan. Seperti yang terjadi baru-baru ini di Denpasar. Secara politik Kota Denpasar sudah biasa dimerahkan, tapi lain ceritanya kalau yang dimerahkan air sungai. Sebuah usaha sablon berhasil membuat heboh kota Denpasar dengan cara memerahkan sungai utama Kota Denpasar, Tukad Badung. Alhasil netizen ramai ‘mengutuk’ ulah pengusaha tersebut. Arus kecintaan orang Bali terhadap lingkungan memang sedang tinggi. Setelah sukses menghambat rencana proyek reklamasi Teluk Benoa, pemerintah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terus mengeluarkan regulasi yang cukup pro-lingkungan. Terakhir perusahaan BUMN Pelindo III pun harus ‘tunduk’ dan merubah masterplan pengembangan Pelabuhan Benoa gara-gara ada mangrove yang mati. Singkat cerita Satpol PP Denpasar mengambil tindakan tegas dengan menyegel usaha

Budi Bahasa Netizen dan Agnez Mo

Image
Berkibarlah bendera negeriku, Berkibar di luas nuansamu. Tunjukkanlah kepada dunia, Ramah tamah budi bahasamu. Itu penggalan lirik lagu Merah Putih karya Gombloh yang dinyanyikan 50 artis Musica Studio pada tahun 1995 untuk memperingati usia emas Indonesia, 50 tahun. Salah satu lagu favorit saya. Meski kadang kalau saya membaca komentar netizen Indonesia membuat saya bertanya masih relevankah lirik itu. Termasuk komentar soal wawancara artis Indonesia yang sekarang berkarir di AS, Agnez Mo. Saya tak tahu budi bahasa Agnez Mo atau netizen yang lebih baik. Terus terang saja saya pun tak tertarik untuk melihat video wawancara yang sedang viral itu. Saya sendiri tak tahu banyak tentang karir Agnez Mo di AS. Tapi beberapa berita yang sempat saya baca Agnez berhasil masuk ke dalam lingkaran industri musik paling prestisius di dunia. Beberapa artis RnB diajaknya berkolaborasi. Ini tentu sebuah pencapaian pribadi yang luar biasa bagi seorang warga negara Indonesia, warga negara

Mengenang Ni Kadek Supandeni (Biang Dek)

Image
Saya sedang di Jakarta ketika kabar kepergian Ni Kadek Supandeni muncul di grup WA keluarga istri. Ucapan belasungkawa saya sampaikan di grup itu. Satu kalimat yang muncul di benak adalah, kapan terakhir kali kami bertemu? Sebelum saya bercerita siapa wanita yang biasa dipanggil Biang Dek oleh keponakannya tersebut saya harus mengembalikan memori saya ke bertahun-tahun yang lalu. Cerita perkenalan saya dengan perempuan yang kemudian menjadi istri saya sedikit saya percepat ke masa dimana saya akhirnya pindah ke Bali dan memulai pendekatan sesungguhnya.  Anggota keluarga yang pertama diperkenalkan kepada saya adalah kakak laki-lakinya yang baru saja memiliki anak kedua. Selanjutnya saya bertemu dengan kakak tertuanya hingga diijinkan untuk membawa jalan2 putrinya ke satu mal di Denpasar. Kemudian saya kembali bertamu ke rumah kakak laki-lakinya dan bertemu dengan pria yang kemudian menjadi ayah mertua saya.  Ada satu lagi diluar keluarga inti yang kemudian diperk

Generasi Xenial Pertama di Kabinet Indonesia

Image
Nadiem Makarim, 35, Mendikbud Kabinet Kerja II (reuters) Saya tersentak ketika sedang membaca komik terdengar om saya setengah berteriak “Ma, si anu jadi menteri A”. Dalam hati saya yang masih anak-anak “Wah Om kenal ya sama menteri itu”.  Kejadian ini terjadi sekitar tahun ‘93 di rumah sepupu saya di Bandung, saya masih SD. Om Saya pejabat di Telkom, wajar saya berpikir begitu. Tiga hari lalu, saat Presiden Jokowi memanggil calon menterinya, dalam hati saya berkata “Wow, si anu jadi menteri” agak mirip sama kata-kata om saya dulu. Tentu saja saya nggak kenal langsung sama si calon menteri, kenalnya ya lewat media. Calon menteri yang bikin saya wow itu adalah Nadiem Makarim, (sekarang mantan) CEO Gojek yang umurnya kira-kira setengah tahun lebih muda dari saya. Disaat teman-teman seumurannya masih berada di ujung paling bawah birokrasi, Nadiem dipercaya Jokowi untuk berada di ujung teratas. Yang kemudian lebih mengejutkan lagi, Nadiem dipercaya memimpin pos Pendidi

Nonton Lion King 2019

Image
Di tengah film Keisha berbisik pada Saya "Ayah, filmnya bagus, aku suka" Ini bukan promosi film ya, tapi memang sejujurnya Saya nggak terlalu berharap banyak dia akan suka, terhibur mungkin. Kok bisa? Pertama, film binatang bukanlah tipe film kesukaannya, bahkan kartun sekalipun. Berbeda dengan Aladdin, Keisha selalu menolak kalo saya tawari nonton film kartun Lion King. Itu makanya meski dia semangat diajak nonton, itu bisa jadi karena dia bakalan dapat Pop Corn ketimbang hype ketika akan melihat Prince Ali dan Princess Jasmine versi nyata. Sebelum ini saya berhasil bikin dia nonton Dumbo meski dengan sedikit 'memaksa'. Kedua, karena dia itu hypenya film Princess, dia sekarang lagi suka banget dengan Descendants, produksi Disney juga yang ternyata ceritanya tentang anak-anaknya Beauty and The Beast dkk. Dia nemu sendiri film itu di Youtube. Saya juga kaget karena kalo dia buka Youtube dia biasanya nonton yang mainan atau make-up gitu. Tapi memang

Gubernur, Bupati dan Sandal

Image
Terpeleset itu hal yang biasa dan bisa terjadi pada siapa saja. Apalagi jika orang yang terpeleset itu melakukan lebih dari satu hal secara bersamaan. Misalnya berjalan atau berlari sembari mengambil foto. Dampak paling ringan, sandal terlepas. Menjadi menarik ketika sandal yang lepas itu jatuh di depan pejabat penting seperti Gubernur dan atau Bupati. Hal ini yang terjadi pagi tadi di Balai Budaya Ida I Dewa Istri Kanya, Semarapura, Klungkung. Ceritanya saya sedang berdiri di tangga mengambil gambar Gubernur Bali dan Bupati Klungkung yang akan memasuki Balai Budaya ketika kemudian akan berbalik menyadari seseorang terjatuh di samping saya. Sebenarnya saya yang menyadari langsung mencoba menolongnya tapi karena tangan sedang memegang kamera dan posisi badan setengah berputar upaya saya jadi tak maksimal. Si fotografer ini jatuh terjerembab persis di depan saya. Waktu itu saya tidak menyadari kalau sandalnya jatuh. Saya cuma mendengar orang-orang yang melihat kejadi

Batas Toleransi Orang Bali

Image
screenshot video pengambilan canang Kemarin, sebuah video viral di media sosial. Isinya seorang perempuan Bali sedang menghaturkan canang di pantai sebagai sebuah prosesi melasti , membersihkan diri jelang Hari Raya Nyepi. Yang menarik dalam proses penghaturan itu tampak beberapa pria berpakaian bebas (tidak berpakaian adat Bali) mengawal betul sang Ibu. Kontroversi muncul ketika canang ditaruh di tanah dan dihaturkan seketika salah satu pria mengambil canang tersebut. Ia tidak sendiri ada beberapa orang yang juga berkeliaran di tempat yang diduga pantai Padanggalak Denpasar tersebut. Tujuan mereka sama mengambil uang yang ada di atas canang yang dihaturkan. Saya tak mau menduga-duga siapa para pengambil uang tersebut. Tapi mestinya mereka yang memiliki kepercayaan yang sama tak akan punya nyali melakukan tindakan tersebut. Takut pada Beliau . Yang jelas, si Ibu yang canangnya diambil tersebut tak bereaksi berlebihan. Memang raut mukanya bercampur antara kaget dan kesa

Perlukah Wisata Halal di Bali?

Image
Isu wisata halal di Bali bukanlah hal baru. Seingat saya sebelum Cawapres Sandiaga Uno datang ke Bali isu ini sudah pernah muncul dan mendapat respon negatif dari warga Bali. Entah apa motivasi Bang Sandi untuk kembali mengangkat isu ini dalam kampanyenya sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto beberapa hari yang lalu. Yang saya sayangkan sebenarnya bukan soal perlu atau tidaknya isu ini diangkat tapi soal potensi isu ini mengarah ke zona SARA. Tapi untuk fair- nya saya akan coba memberi opini apakah perlu ada wisata halal di Bali. Jika menilik pada statement Sandi yang berkutat di angka, maka Sandi mencoba mengatakan bahwa pasar dari wisatawan muslim itu besar dan itu tidak bisa ditampik. Tapi dengan besarnya luas Indonesia, justru banyak daerah yang punya potensi lebih besar untuk mengambil pasar ini. Ini bukan berarti Bali sudah tak membutuhkan pasar lagi. Nyatanya pemerintah selalu meningkatkan target pariwisata Bali yang berarti kreativitas pelaku pariwisata dituntut u

DEMOKRASI DI ERA DIGITAL

Image
Dari tribun penonton seorang Ibu berteriak keras “kok nggak diumpan sih!”. Tak berapa lama komentar lain muncul “kok malah kesana sih!”. Dan dilanjutkan dengan “kok” lainnya. Di sisi lain ada seorang Bapak tak kalah keras berkomentar “Aduh si Itu lemah banget”. Tak lama lagi dia berkomentar “Harusnya tadi digituin”. Dari belakang terdengar suara salah seorang ofisial tim berkata “Santai aja, pasti menang kok”. Tiba-tiba saya seperti berada di dunia maya. Tepatnya melihat media sosial. Saya membayangkan si Ibu dalam bentuk profil facebook dengan statusnya “kok gini sih”. selanjutnya si Bapak jadi akun twitter dengan twit ‘kritis’nya. Dan si ofisial saya bayangkan seperti akun instagram yang captionnya kadang nggak dibaca. Keriuhan media sosial saya lihat persis seperti tribun penonton sepakbola. Khususnya di masa pemilu. Si A sibuk mendukung 01. Si B sibuk ngeshare kejelekan 01. Si C sibuk selfie.  Dulu, yang terjadi di tribun penonton sepakbola ya cuma peno

It's Not Easy (To Be)

Image
foto: shutterstock.com Malam itu ia terduduk di tangga sambil menghisap rokok di mulutnya. “Tidak mudah disayangi Beliau,” kalimat itu keluar dari mulutnya. Hari ini memang cukup berat, secara fisik dan mungkin juga mental. Sulit dijelaskan secara detil. Banyak hal yang misterius bagi saya.