"Ini Nurdin.. bukan itu anak patung!!"

"Ini Nurdin.. bukan itu anak patung!!" Percakapan yang sekilas mirip adegan komedian Dono dan Boneng dalam salah satu film Warkop DKI ini tampaknya cocok menggambarkan perasaan orang Indonesia ketika mendengar berita penggerebekan teroris di Solo (17/9/09) yang menewaskan gembong teroris asal Malaysia Nurdin M. Top (kebetulan dalam film Boneng berperan sebagai orang Malaysia). Apalagi berita yang tiba-tiba muncul setelah penggerebekan dikabarkan usai membuat masyarakat semakin skeptis dan membutuhkan bukti yang lebih akurat untuk membuktikan kebenaran berita tersebut.

Pasalnya sebulan sebelumnya dalam penggerebekan di Temanggung, masyarakat telah disuguhi adegan penggerebekan yang dramatis dan melelahkan yang menghabiskan waktu 18 jam, belum termasuk proses identifikasi yang memakan waktu berhari-hari. Dan hasilnya, gembar-gembor media akan keberadaan Nurdin M. Top sebagai korban berakhir anti-klimaks ketika tes DNA menyatakan bahwa korban tewas tersebut adalah Ibrohim, bukan Nurdin. Padahal Ibrohim sendiri bukan tokoh ga penting dalam komplotan Nurdin, dialah yang menjadi kunci keberhasilan peledakan Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton (17/7/09) dengan menyusup sebagai florist selama 3 tahun bahkan diduga sebagai calon pelaku bom bunuh diri dalam peledakan selanjutnya. Namun kebencian masyarakat terlanjur terlalu besar kepada Nurdin sebagai pimpinan kelompok ini termasuk harapan kematian Nurdin akan mengakhiri aksi terorisme di Indonesia sehingga kekecewaan yang muncul ketika mengetahui tersangka yang tewas di Temanggung bukanlah Nurdin

Dan ketika hari ini masyarakat disuguhi berita kematian Nurdin, kecemasan blow up media menyeruak. Apalagi tidak ada berita penggerebekan seperti sebelumnya, yang ada hanya laporan pasca kejadian dengan menyebut jumlah tersangka yang tewas maupun tertangkap termasuk dugaan identitas yang salah satunya menyebutkan nama Nurdin M. Top. Dua televisi berita swasta utama hanya menampilkan laporan dari reporter lapangannya yang mengorek keterangan dari polisi dan narasumber lainnya. Meskipun tidak sedramatis berita penggerebekan sebelumnya, laporan reporter meyakinkan bahwa hasil kerja polisi kali ini cukup besar.


Namun beberapa jam kemudian dalam konferensi pers, Kapolri memastikan sidik jari korban tewas cocok dengan Nurdin M. Top riuh tepuk tangan wartawan yang menyertai bisa jadi sekaligus menggambarkan perasaan yang kurang lebih sama dari masyarakat Indonesia. Namun riuh wartawan selanjutnya muncul di sesi tanya jawab, terutama ketika mereka tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Kapolri yang beberapa kali kira-kira mengatakan “Datanya ada, tapi kan bukan untuk konsumsi kalian, ini untuk kami saja”. Jelas sekali dalam operasi kali ini polisi jauh lebih rapi dan hati-hati, sebulan yang lalu Kapolri mengungkapkan kekecewaannya terhadap media yang terlalu cepat masuk ke dalam medan pertempuran bahkan memunculkan isu keberadaan Nurdin. Media pun memang tetap harus menggali segala informasi yang bisa didapatkannya untuk memenuhi kebutuhan pemirsa dan tidak bisa sepenuhnya dipersalahkan.


Pasca konferensi pers sulit rasanya menyangkal kebenaran berita ini. Keberadaan 7 orang dalam rumah tersebut (4 diantaranya tewas dalam baku tembak dan ledakan bom) merupakan sebuah keberhasilan yang patut diacungi jempol. Apalagi sebagian besar merupakan target utama polisi. Apapun polisi tampaknya banyak belajar dari penggerebekan sebelumnya yang cukup ‘direcoki’ media dan hasilnya justru mengundang cibiran ketimbang ucapan keberhasilan dalam kerja kerasnya. Meskipun tidak ada gambar menarik dan dramatis namun dari segi hasil tampaknya kali ini lebih meyakinkan. Akhirnya kematian Nurdin tidak perlu dijadikan euforia berlebihan, mengutip Master Cheng Yen, orang yang bijaksana harus tetap waspada di masa aman. Apalagi beberapa tokoh kelompok Nurdin seperti Syaifudin Jaelani masih ada. Belum lagi isu keselamatan pemudik atau proses anti-korupsi yang tidak boleh dilupakan. Namun rasanya tak berlebihan untuk mengucapkan selamat dan bangga kepada Tim Anti-Teroris Polri.

Comments

Popular posts from this blog

Hello old friends

Devilito

Tirta Yatra ke Blambangan dan Lumajang