Menulis dan Kewarasan

Beberapa waktu lalu ada pembukaan Ubud Writers Festival di Puri Ubud. Acara tahunan ini diikuti penulis lokal dan manca negara. Sebagai salah satu atraksi, pembukaan kali menyuguhkan pementasan budaya Bali. Sebuah cerita tentang kehidupan masyarakat Bali. Dalam satu kesempatan salah satu peserta manca negara yang mengikuti acara pembukaan menyentak teman saya. “Be Quiet!,” katanya. Kebetulan teman saya asyik mengobrol saat pementasan itu. Bukan cuma dia, dua orang panitia yang kedapatan mengobrol di dekat situ pun kena damprat si Bule.

Saya selalu percaya kalau penulis itu orang yang serius. Bahkan para penulis cerita humor sekalipun. Butuh keseriusan untuk menyimak sesuatu dan menceritakannya kembali dengan cara yang bisa dipahami oleh pembacanya. Meskipun tentu saja tak semua penulis mementingkan pendapat pembacanya. Ada juga orang-orang yang menulis hanya untuk hobi. Menulis adalah pelepasan terhadap hal-hal yang tak dapat tersampaikan lewat ucapan. Sebuah media curhat tanpa ‘teman curhat’. Bagi mereka tulisan hanya sebuah cara untuk menjadi tetap waras.

Waras? Memangnya penulis itu gila? Penulis juga seorang seniman. Seperti umumnya seniman, ada kreativitas dalam otak yang harus tersalurkan. Jika tidak tersalurkan bisa saja menjadi ‘gila’. Makanya ada kasus-kasus seniman yang tersandera dalam masalah kejiwaan. Akibatnya mulai dari kecanduan rokok, alkohol, narkoba hingga bunuh diri.

Tapi lucunya, di era digital ini justru semakin banyak orang ‘gila’. Padahal mereka sudah bisa bebas menulis apa yang mereka mau secara digital. Tak ada lagi batasan kertas disana. Mungkin ini yang disebut dengan segala sesuatu tak boleh berlebihan. Termasuk menulis. Maka muncul lah istilah ‘hoax’. Istilah yang begitu populer saat ini. Sebabnya, menulis bukan lagi soal pelepasan jiwa, menulis sudah jadi alat politik.

Jadi untuk menjadi waras, tetaplah menulis dengan hati. Jadikan tulisan sebagai tempat curhat, tempat membersihkan hati, bukan tempat mengotori hati. Dunia sudah cukup banyak diisi dengan kebencian. Mengapa menambah sakit hati orang lain. Tanpa tulisan kebencian, orang-orang sudah cukup bisa menjadi gila, yang mereka butuhkan tulisan-tulisan yang menjadikan mereka waras. Dan untuk itu hanya diperlukan penulis penulis yang menulis untuk tetap waras.

Comments

Popular posts from this blog

Hello old friends

Devilito

Tirta Yatra ke Blambangan dan Lumajang