Mistis

Jika Mistis berasal dari kata Misteri/Misterius, maka sesungguhnya percuma memperdebatkan hal yang mistis/misterius, karena misterius itu tak diketahui. Karena itu disebut misteri, tak bisa dijelaskan dengan logika. Yang sakit bisa sembuh, yang ada jadi tidak ada, begitupun sebaliknya, atau hal-hal mistis lainnya. Apa yang kamu lihat mistis mungkin jadi tak mistis bagi orang lain yang bisa melihat apa yang tak terlihat. Tapi bagaimana mempercayai sesuatu dibalik yang mistis itu sementara kamu tak bisa melihat penjelasannya. Hanya bermodal percaya. Jadi sengotot-ngototnya orang berdebat tentang sesuatu yang mistis, semisal agama atau keajaiban lainnya maka pasti tak akan ada titik temunya, hanya rasa yang berubah karena ‘katanya’ sementara faktanya tak ada yang dilihat, tetap saja misterius. Bahkan jika rasa yang muncul bukan dari ‘katanya’ tapi rasa yang muncul dari memang keadaan fisik/non fisik yang lebih baik/lebih buruk, tetap saja itu misteri. Itu sebabnya mistis itu sebaiknya personal, syukur dipakai membantu orang, bukan menyakiti orang. Kalau di agama saya ciri baik itu dharma, jadi kalau seseorang identik dengan dharma terlepas dari praktik mistisnya, saya pikir itu yang baik. Apa itu dharma? Saya juga masih terus mencarinya.


Backsound:

“Meskipun aku di surga, Mungkin aku tak bahagia, Bahagiaku tak sempurna, Bila itu tanpamu,” - Padi




Comments

Popular posts from this blog

Hello old friends

Devilito

Tirta Yatra ke Blambangan dan Lumajang