Mekiis/Melis/Melasti


Salah satu tahapan yang dilakukan orang Hindu Bali dalam merayakan Nyepi adalah upacara Melasti atau ada juga yang menyebut sebagai Melis atau Mekiis. Melasti merupakan tahapan dimana masyarakat Bali berjalan kaki dengan membawa pratima menuju laut untuk disucikan. Ya salah satu yang menarik adalah meskipun pada saat ini alat transportasi sudah berkembang, proses ini tetap dilakukan dengan berjalan kaki berkilo-kilo meter. 
Pada tahun ini saya menemukan sebuah hal baru ketika melaksanakan Nyepi di Singaraja. Pada umumnya proses Melasti yang saya ketahui dilakukan sebelum hari raya Nyepi, namun di Singaraja, Buleleng proses ini dilakukan setelah Nyepi, tepatnya pada Purnama Kedasa.
Rupanya saya kemudian baru tahu bahwa terjadi perbedaan budaya antara daerah Bali Selatan dengan Bali Utara seperti Singaraja dalam waktu pelaksanaan ini. Apakah hal ini berkaitan dengan penafsiran pengertian, namun tampaknya tidak perlu didiskusikan disini, apalagi pengetahuan saya masih sangat terbatas.

Dalam pelaksanaan kali ini proses dimulai dengan bersembahyang di Merajan. Kemudian kami berjalan ke Pura Kawitan untuk bersembahyang sekaligus memulai perjalanan Melasti bersama saudara-saudara sekeluarga. Di Pura Kawitan juga tampak beberapa orang sedang menyiapkan Lawar, makanan khas Bali sebagai salah satu motivator untuk dinikmati sekembali dari perjalanan Melasti.
 
Dimulai sekitar pukul 11-12an, panas matahari Singaraja yang cukup terkenal menyengat. Panas ini kemudian lebih saya rasakan di kaki yang berjalan diatas aspal ketimbang teriknya sendiri. Meskipun begitu tampak semua peserta cukup bersemangat dan jalan-jalan sudah dipenuhi masyarakat dengan pakaian adat Bali yang didominasi warna putih.
 
Tujuan pertama adalah menuju Pura Desa yang terletak di dekat Lili Gundi. Disana rombongan manusia tampak memasuki Pura termasuk para pengangkat Pratima yang banyak melakukannya secara bergantian untuk menghindari capai. Sayangnya kemudian saya tidak dapat melanjutkan perjalanan menuju Pura Segara yang terletak di pinggir laut, karena Papa mendapat panggilan untuk segera kembali ke Jakarta sehingga dengan meminjam motor Pak Manis saya kembali ke rumah. Persis ketika saya pulang rupanya hujan mengguyur, mungkin ini harapan masyarakat agar mereka bisa berjalan jauh tanpa kepanasan yang bisa memicu keletihan.

Comments

Popular posts from this blog

Hello old friends

Devilito

Tirta Yatra ke Blambangan dan Lumajang