Ngomong Opo To Bli #1 PERPISAHAN

pixabay.com
Kabarnya kemarin adalah hari terakhir anak-anak menyelesaikan sekolahnya tahun ajaran ini. Artinya tahun ini mereka akan memulai sesuatu yang baru entah itu kelas baru atau sekolah baru. Saya jadi ingat jaman saya sekolah dulu, akhir tahun ajaran juga identik dengan acara perpisahan. Tidak selalu ada sih tapi perpisahan menjadi salah satu momen yang biasanya dikenang oleh para siswa. Acara perpisahan biasanya diwarnai dengan momen yang mengharu biru apalagi kalau selama tahun ajaran itu kelas punya momen-momen berkesan seperti menang kompetisi atau sekedar atap bocor di kelas yang membuat mereka harus dempet dempetan.

Di tingkat yang lebih kecil biasanya ada persahabatan atau pertemanan spesial yang terbentuk baik itu dalam bentuk kelompok atau hanya berdua. Biasanya pasca perpisahan pergaulan masih berkisar di lingkaran ini meski akhirnya ya sebagian besar move on juga.


Perpisahan adalah satu titik yang tak terelakkan dalam hidup. Ia hanya menjadi mengharu biru karena kita tak menginginkannya, masih ada keinginan bersama disana. Ada rasa takut akan kehilangan. 

Ketika saya masih sekolah dulu saya punya sahabat. Tentu saja sebagai sahabat dekat harapan kami bisa selalu bersama. Sudah banyak cerita pertemanan yang bisa terus bersama dari kecil hingga dewasa. Singkat cerita, angan angan untuk selalu bersama tak tergapai. Lepas dari SMP kami punya jalan yang berbeda. Saya sekolah negeri, dia sekolah swasta. Saya kuliah negeri, dia sekolah swasta. Bahkan kemudian saya pindah kota. Tapi, 19 tahun pasca lulus SMP kami masih bersahabat dekat. Sepanjang waktu 'perpisahan' itu kami selalu sempat bertemu kembali. Baik secara fisik atau hanya sekedar melalui teknologi informasi masa kini.

Di masa kini, dimana teknologi informasi semakin berkembang harga sebuah 'perpisahan' memang semakin pudar. Waktu saya SD, dimana hidup saya masih nomaden, persahabatan pertama saya hanya bertahan sampai satu surat via pos. Setelah itu selesai. Kini komunikasi jauh lebih mudah. Konsekuensinya jarak tak lagi menjadi kendala. Kehadiran? Tak lagi menjadi esensi. Teman belum tentu yang sedang bersama kita. Mengutip lirik lagu yang lagi hits: "aku punya ragamu tapi tidak hatimu", itulah tren di era disrupsi. Lalu kapan kehilangan itu terasa? Ya ketika ia sudah benar-benar hilang. Dikala itu baru ucapkan salam perpisahan.

Denpasar, 11 Juni 2017
Kala berteduh menunggu hujan reda

Ada tips jika tak ingin merasa kehilangan. Belajarlah untuk melepaskan.

Comments

Popular posts from this blog

Hello old friends

Devilito

Tirta Yatra ke Blambangan dan Lumajang