Rumput Liar

foto: dok. pribadi

Musim hujan telah tiba. Sebuah pertanda kesuburan akan datang. Semua menyambutnya dengan gembira. Meskipun dalam kenyataannya apa yang dianggap sebagai kebaikan tak pernah datang tanpa keburukan. Toh memang tak ada yang sempurna di dunia ini, dua sisi yang selalu berdampingan. Sama seperti panas yang beresiko menjadi kekeringan, hujan pun beresiko menjadi banjir. Tapi itu dampak yang ekstrim. Ada juga dampak yang kecil. Misalnya rumput yang kering dan mati di musim panas. Sebaliknya di musim hujan banyak rumput liar bermunculan. Saya tiba-tiba menaruh simpati terhadap rumput liar. Ia tumbuh mengisi kekosongan yang ada dan tak meminta bantuan siapapun. Jika pun Ia muncul di antara rumput jepang yang seperti karpet itu, Ia jelas menunjukkan bahwa daya hidupnya memang ‘wah’, tak mengenal batasan. Dalam ekonomi liberal, kompetisi bebas, Ia menunjukkan diri punya daya saing yang kuat. Itu jika mengesampingkan selera. Nyatanya daya saing bukan saja soal otot, namun juga soal tampang dan selera. Dan dalam hal inilah rumput liar harus mengaku kalah. Apalagi di tempat mewah, ia pasti terpinggirkan. Mengapa? Karena bagi peradaban, keindahan identik dengan etika. Dan soal etika, rumput liar seperti tak mengenalnya. Ia seperti Tarzan yang biasa hidup di hutan. Ia akan melompat kesana kemari, melewati batasan, memanjangkan diri seenaknya dan itu memancing ketidaksukaan. Di tempat mewah, di kota, di tempat yang peradabannya tertata, kelakuan tanpa etika tak bisa diterima. Itu sebabnya di tempat-tempat ini rumput liar harus dicabut. Demi menjaga etika dan estetika, menciptakan keindahan yang sempurna. Setidaknya bagi si pemilik tempat. Celakanya pemilik tempat cenderung menjadi otoriter. Tidak pandang bulu. Apapun yang dianggapnya tak sesuai dengan potret kesempurnaan langsung ditebas. Awalnya rumput liar dibiarkan hidup di luar pagar, membuat adanya kelas sosial di dunia rerumputan. Hingga akhirnya Ia melihat di luar pagar pun harus ditata. Rumput liar tak dibiarkan hidup dimanapun. Tapi, dunia tak berhenti berputar. Dunia akan selalu mengalami perubahan. Panas akan datang lagi. Kadang-kadang panas itu ekstrim dan mematikan rumput-rumput cantik. Rumput-rumput kelas atas. Lalu terbitlah rumput-rumput liar yang tak diundang. Dan, ketika pemilik merasa sudah waktunya. Ketika sumber daya mendukung Ia akan menggelar rumput cantik lagi. Dan begitulah seterusnya.

Comments

Popular posts from this blog

Hello old friends

Devilito

Tirta Yatra ke Blambangan dan Lumajang