The Camera Generation

Seorang anak muda mengambil foto dengan kamera ponselnya (pixabay)


Little darling, I feel that ice is slowly melting. Little darling, it seems like years since it's been clear. Here comes the sun, here comes the sun. And I say it's all right. 
The Beatles – Here Comes The Sun
Katanya yang tidak berubah di dunia ini hanya satu yaitu perubahan itu sendiri. Perubahan adalah sesuatu yang terus terjadi. Satu generasi tergantikan oleh generasi yang berikutnya. Ada generasi X, generasi Y dan seterusnya.



Perubahan tak bisa dipisahkan dari ilmu pengetahuan. Penemuan-penemuan adalah sumber akselerasi perubahan yang kuat. Bukan saja di bidang sains, namun juga penemuan-penemuan di bidang sosial menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baru, tren baru, budaya baru.

Di bidang sains saat ini teknologi informasi adalah sumber perubahan yang luar biasa. Kelahiran internet sudah terjadi berdekade lalu, namun efek bola saljunya terus membesar dan menghasilkan industri yang menggerus kebiasaan-kebiasaan lama yang tak bisa lagi bertahan. Digitalisasi menjadi era baru yang menggerus produksi koran, CD dan DVD.

Sementara itu komunikasi manusia tak lagi didominasi oleh suara. Texting menjadi barang murah di era digital. Telepon lebih banyak digunakan untuk urusan perkantoran, sementara business as usual didominasi oleh komunikasi internet, mulai dari pengiriman teks, gambar hingga video.

Anak-anak sekarang sudah tak asing lagi dengan kamera. Ya sesuatu yang dulunya merupakan barang mewah. Bukan saja dari segi biaya untuk memiliki hingga mencetaknya. Namun juga menjadi kemewahan karena tak terbiasa kita berpose di depannya. Namun kini anak baru lahir saja sudah terpapar kamera. Atau kalau mau sedikit lebay, dari masih dalam kandungan mereka sudah nampang dengan teknologi USG dan tampang ‘setengah jadi’ itu sudah muncul di media sosial.

Ini tak lepas dari perkembangan teknologi baik hardware maupun software. Secara hardware kamera kini sudah terjangkau di kalangan menengah ke bawah. Bahkan kamera kini sudah terpasang di ponsel berharga dibawah satu juta rupiah (75 US$). Hebatnya lagi ponsel seharga itu sudah dilengkapi dengan sistem operasi Android dan terkoneksi internet.

Jadi jangan heran jika pengguna media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram dan Youtube terus bertambah. Karena untuk membuat produk gambar dan menampilkan kepada teman-teman dimanapun berada hanya butuh sentuhan jari. Belum lagi media komunikasi seperti BBM, WA, LINE, Skype, dsb. Semakin membuat generasi saat ini tergoda untuk memiliki ponsel berfitur canggih.

Tak heran pula jika kebutuhan data pun meningkat dibanding beberapa tahun sebelumnya. Dulu media sosial, seperti Facebook misalnya, timeline-nya lebih banyak diisi oleh teks. Namun saat ini rasanya kurang afdol jika membuat status tanpa gambar. Belum lagi media sosial lain dan aplikasi chatting yang sudah mendukung pengiriman gambar tetap, gambar bergerak dan suara.

Jadi nikmatilah hari-hari ini dengan gambar selfie, pemandangan, meme, atau repost gambar apapun yang tersebar di internet. Sebagian mungkin memberi khazanah baru dalam hidup anda, sementara sebagian lainnya mungkin sebaiknya anda ‘hide’ saja dari timeline anda, supaya ‘si medsos’ tahu apa yang anda sukai dan apa yang tidak. Bisa jadi di masa kini dan masa depan kemampuan untuk menggunakan kamera ini menjadi salah satu faktor penentu dalam kehidupan si pemilik generasi. I call it, the camera factor
 

Gen Y is really quite distinct from Gen X; it's really self-involved and very narcissistic - their cameras are filled with pictures of themselves; Facebook, it's about me. It's a generation that's been pampered by their parents and their schools, given prizes for just taking part.

Marcus Buckingham (brainyquote)

Comments

Popular posts from this blog

Hello old friends

Devilito

Tirta Yatra ke Blambangan dan Lumajang