TANPA PSBB, BALI PALING PATUH #DIRUMAHAJA?

Situasi Denpasar satu hari setelah Nyepi.
Foto: dok pribadi.

Tidak sedikit aspirasi di daerah yang meminta PSBB diterapkan. Padahal penerapan PSBB apalagi lockdown tidak bisa dilakukan semudah itu. Perlu latar belakang yang kuat seperti misalnya terjadi peningkatan kasus yang signifikan. Bukan apa-apa konsekuensinya terhadap aktivitas ekonomi masyarakat cukup signifikan. Di tengah pro kontra itu, Google membuat laporan soal aktivitas masyarakat di tengah pandemi ini. Google punya kemampuan untuk itu. Tercatat jumlah ponsel pintar (HP) yang beredar di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 355,5 juta, lebih banyak daripada populasi penduduk Indonesia yang hanya 268,2 juta. Ini dimungkinkan karena banyak warga mampu yang memiliki lebih dari satu HP. Sebagian besar HP yang beredar ini menggunakan sistem operasi Android milik Google. Ini karena harga HP android rata-rata lebih murah daripada HP dengan sistem operasi lain. Selain itu penyedianya pun lebih banyak yang didominasi merek unggulan Korsel dan merek-merek pesaing dari Cina. Pengguna Android memang rata-rata memiliki akun Google untuk menikmati semua layanan Google seperti email, peta, dsb. Namun pemilik HP non-android pun rata-rata menggunakan layanan Google. Data menunjukkan Google menjadi perusahaan IT terdepan yang mengumpulkan data penggunanya, yaitu sebesar 64,4 persen. Data itu berasal dari aktivitas pengguna menggunakan layanan surel, peta dan peramban. Jadi ketika Google pada masa krisis Covid-19 ini mengeluarkan laporan mobilitas warga, data ini bisa menjadi rujukan untuk melakukan sebuah perbandingan. Meskipun Google sendiri mengatakan laporan ini tidak disarankan untuk menjadi rujukan untuk penanganan kesehatan, dsb. Pada saat tulisan ini dibuat laporan laporan mobilitas Google terbaru adalah tanggal 17 April 2019. Berbeda dengan laporan pertama yang dibuat di akhir bulan Februari dimana Indonesia hanya memiliki laporan per negara, pada laporan selanjutnya Google sudah memasukkan beberapa daerah di Indonesia dalam laporannya. Bali jadi salah satu provinsi yang tercatat laporan mobilitas warganya. Namun sebelum ke Bali, kita lihat dulu mobilitas warga +62 secara keseluruhan. Secara umum prinsip social distancing dan #dirumahaja sudah dijalankan dengan data menunjukkan kunjungan ke tempat umum dan ruang publik sudah menurun. Yang tertinggi adalah penurunan orang ke tempat transportasi publik yang mencapai 58 persen. Sementara tren tinggal di rumah tidak terlalu tinggi namun meningkat 18 persen dari biasanya. Sekarang baru kita ke Bali. Ini yang menarik. Meski belum secara resmi menerapkan PSBB, Bali ternyata lebih baik dalam hal #dirumahaja. Bukan saja dibandingkan data nasional, namun dibandingkan dengan daerah lain. Bahkan jika dibandingkan dengan Jakarta yang sudah menerapkan PSBB sejak 10 April 2020, Bali hanya sedikit lebih tidak #dirumahaja. Sebelum melihat lebih spesifik. Google membagi datanya ke dalam enam kategori. Yang pertama Ritel dan Rekreasi. Kategori ini mencatat tren mobilitas untuk tempat-tempat seperti restoran, kafe, pusat perbelanjaan, taman hiburan, museum, perpustakaan, dan bioskop. Yang kedua, Grosir & Farmasi yang mencatat tren mobilitas untuk tempat-tempat seperti pasar grosir, gudang makanan, pasar petani, toko makanan khusus, toko obat, dan apotek. Ketiga, Taman. Pada kategori ini mencatat tren mobilitas untuk tempat-tempat seperti taman nasional, pantai umum, marina, taman anjing, plaza, dan taman umum. Keempat, Stasiun transit yang mencatat tren mobilitas untuk tempat-tempat seperti hub transportasi umum seperti kereta bawah tanah, bus, dan stasiun kereta. Kelima, Tempat Kerja yang menunjukkan tren mobilitas untuk tempat kerja dan Keenam, Hunian yang mencatat tren mobilitas untuk tempat tinggal. Sekarang mari kita lihat tren mobilitas di Bali. Untuk kategori ritel dan rekreasi, Bali mengalami penurunan sebanyak 46 persen. Hal-hal yang berkontribusi terhadap hal ini antara lain himbauan pemerintah, peran desa adat, dan kesadaran masyarakat (baik pemilik tempat usaha maupun calon pengunjung). Hal lain yang berkontribusi adalah penghematan yang dilakukan masyarakat akibat menurunnya daya beli. Untuk kategori Grosir dan Farmasi, Bali tercatat turun 36 persen. Sekali lagi ini menggambarkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap himbauan pemerintah dan juga ditunjang daya beli yang menurun. Meski untuk alasan yang kedua perlu data yang lebih valid, mengingat yang dicatat disini adalah jumlah kunjungan bukan jumlah belanjanya. Bisa saja frekuensi menurun dari yang setiap hari menjadi seminggu sekali. Ketiga ini yang cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dari Jakarta. Kunjungan ke taman di Bali menurun sebesar 61 persen. Warga Bali memang memiliki lebih banyak waktu untuk pergi ke taman dibandingkan warga Jakarta. Dan Bali juga memiliki beberapa taman favorit masyarakat dan tentu saja pantai. Pemerintah dalam hal ini cukup tegas menutup taman dan pantai di Bali sehingga terjadi penurunan signifikan. Keempat, transportasi publik. Bali sebenarnya tidak memiliki banyak transportasi umum. Namun Google mencatat terjadinya penurunan sebesar 74 persen. Selain Trans Sarbagita, Bali hanya memiliki terminal bus antar kota/provinsi. Saya menduga ini terjadi karena warga tak lagi bepergian ke luar kota/kabupaten apalagi luar Bali apalagi dengan kendaraan umum seperti Bus. Kelima, terjadi penurunan kunjungan ke tempat kerja sebesar 41 persen. Ini terjadi karena Pemerintah sudah langsung menghimbau untuk bekerja dari rumah. Untuk sektor pemerintahan, praktis hanya pejabat dan yang sangat berkepentingan yang masuk kantor. Sedangkan di sektor swasta faktor berhentinya roda industri pariwisata saya rasa turut berkontribusi terhadap penurunan ini. Terakhir untuk tinggal di rumah, Bali mengalami peningkatan 20 persen. Hanya lebih kecil dari Jakarta, Banten dan Jawa Barat yang sudah menerapkan PSBB. Selain ditunjang himbauan pemerintah dan kesadaran masyarakat, ada peran desa adat dan layoff karyawan disini. Sebagai daerah pariwisata Bali beruntung tak memiliki banyak kasus awal. Namun ancaman lain datang dari pekerja migran yang pulang. Bersyukur sampai saat ini warga Bali masih bisa menahan diri #dirumahaja sehingga grafik pertumbuhan korban Covid-19 tergolong landai. Kekhawatiran saat ini adalah sampai kapan kepatuhan ini akan berlanjut. Pemerintah sudah siap dengan tindakan lanjutan seperti jaring pengaman sosial dan bantuan ekonomi. Namun pemerintah sepertinya akan kesulitan untuk memuaskan semua pihak karena dampak ekonomi di Bali cukup besar. Ruang fiskal yang terbatas juga harus dialokasikan sebagian untuk penanganan kesehatan yang menjadi prioritas saat ini. Oleh karena itu kondisi Bali saat ini hanya bisa dijawab dengan adanya aksi solidaritas sosial. Selain pemerintah, di Bali cukup banyak inisiatif yang sudah digalang oleh swasta, organisasi sosial dan pribadi. Di samping itu perlu juga kesadaran masyarakat untuk memahami bahwa kesulitan ini dialami oleh semua. Mungkin dampak per sektor berbeda namun pariwisata adalah tulang punggung Bali, jadi rasanya mustahil ada sektor yang sama sekali tidak terdampak. Saat ini yang diperlukan adalah rasa kesetiakawanan sosial sembari berharap tak lama lagi pandemi ini akan berakhir.

Comments

Popular posts from this blog

Hello old friends

Devilito

Tirta Yatra ke Blambangan dan Lumajang